Pikiran manusia harus diprogram agar bisa sesuai dengan harapan dan keinginan yang dicita-citakan. Bahasa pemrograman pikiran bagi para penghafal Al-Quran sangat diperlukan. Sering kali diantara kita menginginkan sesuatu kemudian membuat batasan antara diri kita dengan apa yang diinginkan sehingga bukan mendekati pencapaian justru menjauhkan diri dari ikhtiar dan hasilnya pun menjadi tidak memungkinkan.
Pikiran Sadar dan Bawah Sadar Manusia
Pikiran manusia terdiri dari pikiran sadar dan bawah sadar. Pikiran sadar mengingat dan menyimpan semua program pikiran yang tertanam sejak dalam kandungan, masa kecil hingga hari ini. Adapun pikiran sadar hanya menyimpan apa yang diingat sejak bangun tidur sampai saat ini.
Pikiran bawah sadar dapat memudahkan kehidupan manusia. Semua gerak refleks diatur dan dikendalikan oleh pikiran bawah sadar tanpa memerlukan pemikiran lagi. Sedangkan pikiran sadar merupakan pikiran atas kesadaran keberadaan apa yang terjadi saat ini.
Program pikiran seperti niat, identitas, nilai baik buruk, keyakinan, kemampuan, tindakan, kebiasaan, karakter, dan adaptasi terhadap lingkungan merupakan bagian-bagian dari Neuro Logical Level (NLL) menurut Robert Dilts.
NLL ini merupakan bagian yang bisa diprogram ulang dari pikiran bawah sadar manusia.
Pertanyaan untuk Mengetahui Isi Program Pikiran Penghafal Al-Quran
Apa niat Anda menghafal Al-Quran?
Sebagai apa identitas Anda di sini sekarang?
Apakah menghafal Al-Quran baik bagi Anda atau apa yang buruk menurut Anda?
Apa keyakinan Anda jika Anda menghafal Al-Quran?
Bagaimana kemampuan Anda membaca dan menghafal Al-Quran menurut Anda dan guru Anda?
Apakah Anda biasa melakukan tindakan membaca dan menghafal Al-Quran sebelumnya?
Apakah Anda sudah terbiasa membaca dan menghafal Al-Quran?
Apakah Anda berusaha mengamalkan isi nasihat dari Al-Quran atau penceramah yang mengutip ayat-ayat Al-Quran?
Bagaimana lingkungan Anda apakah sudah kondusif untuk menghafal Al-Quran baik di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang?
Sebagaimana bahasa pemrograman komputer, robot, mesin, memerlukan bahasa pemrograman pikiran agar dapat menjadi serangkaian program yang dapat berjalan untuk mencapai tujuan tertentu. Maka pikiran manusia berdasarkan NLL tersebut juga perlu diprogram.
Apabila program pikiran dan perasaan sesuai dengan tujuan maka itu akan mendukung pencapaian tujuan. Akan tetapi, apabila program pikiran tidak selaras dengan harapan maka akan menjadi penghambat cita-cita.
Menyadari Program Pikiran yang Mendukung dan Menghambat Hafalan Al-Quran
Mungkin Anda baru menyadari bahwa terkadang Anda menginginkan sesuatu namun ada bagian dari diri Anda mencegah Anda untuk melakukannya. Hal ini misalnya Anda ingin menghafal Al-Quran 30 juz namun ada bagian dari diri Anda yang mencegah dari aktivitas membaca dan menghafalkannya.
Hambatan ini merupakan program pikiran bawah sadar yang belum diselesaikan atau belum diprogram ulang. Bahasa pemrograman pikiran bagi para penghafal Al-Quran sangat diperlukan untuk merecovery program-program penghambat menjadi program-program pikiran pendukung eksekusi untuk mempelajari Al-Quran dan menghafalkannya.
Berikut ini bahasa sederhana yang dapat dilakukan oleh penghafal Al-Quran maupun calon penghafal Al-Quran. Bahasa merupakan alat untuk memprogram pikiran. Bahasa memiliki pola yaitu ada pola bahasa yang positif atau mendukung pencapaian dan pola bahasa negatif yaitu kata-kata yang menghambat keinginan.
Mengutip dari buku berjudul Langkah Mudah Menghafal Al-Quran, Rahasia Hafal Al-Quran dengan Metode Belajar Paling Modern, karya Majdi Ubaid Al-Hafizh. Beliau merupakan CEO Investment for Training and Development, Bahrain dan penghafal Al-Quran. Terjemah bahasa Indonesia diterbitkan oleh Aqwam.
Tulisan dalam artikel ini selain mengutip dari buku tersebut juga sudah dipraktikkan di Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran terutama pada peserta program karantina hafal Quran sebulan.
Pemrograman Pikiran dengan Menguatkan Keyakinan Diri Menggunakan Kata-kata Positif
Calon peserta karantina tahfizh biasanya merasakan keraguan atas kemampuan yang Allah berikan padanya.
Apakah mungkin kita bisa menghafal Al-Qur’an 30 juz, sekalipun kita sudah berusia senja? Apakah mungkin kita bisa menghafal satu lembar mushaf dalam waktu sepuluh menit, 7 menit, atau kurang dari itu? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sering saya dengar ketika mengadakan seminar menghafal Al-Qur’an. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini mewakili sebagian keyakinan negatif yang menghalangi kita untuk mempergunakan kemampuan tersembunyi kita, yang telah dikaruniakan oleh Rabb semesta alam kepada kita semua.
Lantas, apa yang kami maksud dengan keyakinan dan kata-kata?
■ Optimis atau Pesimis?
Optimis adalah keyakinan terhadap diri sendiri. Keyakinan yang dimiliki manusia terhadap kemampuan otaknya. Keyakinan yang dimiliki manusia terhadap kemampuannya untuk menghafal dan mengulang-ulang pengetahuannya. Keyakinan yang dimiliki manusia terhadap kekuatan daya ingatnya.
Optimis dan keyakinan seperti ini memiliki pengaruh besar dalam menghafal dan belajar cepat, dan juga memiliki pengaruh besar terhadap kelupaan.
Sesungguhnya, keyakinan terhadap diri sendiri dan berpikir positif yang disertai dengan kecintaan dan kerinduan yang menggebu-gebu untuk menghafal-berperan lebih dari 90 %
dalam menyukseskan program menghafal dan mengingat.
Orang yang tidak yakin dan pesimis bahwa daya ingatnya lemah, maka ia tidak akan mampu mengingat dengan mudah atau sering lupa, hingga menghafal nama sekalipun. Orang seperti ini tidak akan sukses, sekalipun menggunakan teknik modern untuk belajar cepat, dan ia juga tidak akan bisa menghafal satu lembar mushaf dalam waktu 5 atau 7 menit.

Pikiran negatif terhadap kemampuan diri sendiri ini akan menjadi penghalang dalam menghafal, melakukan murajaah dan mengingat. Biasanya, pada awal seminar menghafal Al-Qur’an ada banyak orang yang sudah berusia senja bertanya kepada saya tentang kemampuan menghafal mereka dalam waktu tertentu. Dan selalunya saya beritahukan kepada mereka bahwa mereka bisa menghafal lebih cepat daripada anak-anak, dan juga lebih cepat daripada para pemuda, insya Allah. Dengan syarat, optimis terhadap diri sendiri, serta memiliki kerinduan dan kecintaan yang menyala-nyala.
Di dalam salah satu seminar, seseorang yang sudah berusia pertengahan 50-an mendatangi saya, dan berkata, “Nak, apakah kamu yakin bahwa aku bisa menghafal Al-Qur’an Al-Karim?”
Saya balik bertanya, “Mengapa Anda ingin menghafal Al-Qur’an Al-Karim?”
Ia menjawab, “Menghafal Al-Qur’an Al-Karim adalah impian hidupku. Sepanjang hidup, aku tersibukkan dari merealisasikan impianku ini, dan aku tidak yakin bisa merealisasikan impianku ini.”
Saya pun bertanya, “Mengapa?” la menjawab, “Aku melihat usiaku yang sudah tua.”
“Justru sebaliknya!” Jawabku. “Insya Allah, Anda akan mampu menghafal lebih cepat daripada seorang pemuda. Cukup Anda rubah pandangan Anda terhadap diri Anda dan kekuatan otak Anda!”
Benar. Pada hari ketiga dan hari terakhir seminar yang merupakan hari terakhir pelatihan untuk menghafal 5 lembar dari mushaf selama 15 menit, orang tua tersebut bisa menghafalnya dengan pertolongan Allah. Menghafal 5 lembar selama 15 menit.
la menghafal lebih cepat daripada para pemuda yang ada di sekitarnya. Setelah satu tahun, aku pun bertemu dengan orang tua itu, dan ternyata ia sudah selesai menghafal 15 juz.
Allahu Akbar!
Seringkali cita-cita bisa menghidupkan sebuah umat!
Tetapi sayang sekali, keyakinan terhadap kekuatan otak kita terbentuk dari cara belajar kita di sekolah, atau melalui kata-kata negatif yang berasal dari berbagai media atau masyarakat.
Saya katakan dengan tegas bahwa sistem sekolah hari ini adalah lembaga yang berdiri di atas peraturan yang sudah berjalan lebih dari 200 tahun. Pelaksanaannya semakin sempurna karena sesuai dengan tahapan revolusi industri.
Anak kecil memungkinkan untuk belajar 6 bahasa pada usia lima tahun, dan juga bisa menghafal Al-Qur’an Al-Karim 30 juz Riset ilmiah tentang otak dan kekuatan otak serta teori belajar cepat sudah selesai dikupas bersamaan dengan perkembangan ilmu pada 30 tahun terakhir ini. Sehingga kita lebih bisa memahami bagaimana cara kerja otak manusia, bagaimana ia berhubungan dengan berbagai pengetahuan, serta bagaimana ia belajar dan menghafal dengan cara yang lebih cepat.
Sebenarnya, sebagian besar metode mengajar di sekolah-sekolah kita adalah metode yang sudah kuno. Dalam riset penelitian misalnya, bahwa ada 95% lebih anak kreatif yang masuk sekolah, tapi yang lulus hanya 4% saja. Lantas, dimanakah kreatifitas ini menghilang? Kreatifitas ini dilenyapkan oleh peraturan yang kejam. Peraturan yang ada tidak memberikan kebebasan kepada para siswa, tidak memberikan ruang untuk bernafas dan bergerak. Tidak pula memberikan kesempatan bekerjasama dalam praktik mengajar, seperti menyampaikan gagasan, menikmati belajar, dan memahami rahasia mempraktikkan berbagai keterampilan dalam kehidupan Sungguh, sistem (belajar) sekolah kita dibangun di atas pendiktean dan hafalan. Agar kita berhasil di sekolah, kita wajib menghafal buku panduan. Oleh karenanya, kita mempelajarinya secara serampangan ketika ujian.
Mayo as kita tidak mempelajari ilmu yang bermanfaat di sekolahan. Kita hanya belajar bagaimana berpindah dari satu kelas ke kelas berikutnya, dari tahun ke tahun berikutnya.
Ketika sudah keluar dari sistem ini, kita lulus dengan nilai tertentu yang kita bawa sepanjang hidup kita. Nilai itu seperti gelar bagi kita. Gelar lemah, sedang, bagus, dan istimewa. Gelar ini memberikan pengaruh besar kepada kita. Kita menghukumi kekuatan otak kita melalui nilai dan gelar ini.
Sungguh ironis, pikiran negatif terhadap kekuatan otak kita terlahir dari sistem sekolah yang sempit itu, yang sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan pokok belajar modern. Sehingga, siswa yang memiliki nilai akademik rendah berkeyakinan bahwa dia tidak mampu menghafal, daya ingatnya lemah, dan konsentrasinya tidak ada. Ia tidak menikmati karunia otak yang diberikan kepadanya dan berkeyakinan bahwa kemampuan otaknya yang menjadi sebab utama sulitnya menghafal.
Sayangnya, kita sama persis dengan masyarakat kita terkait dengan peraturan untuk anak-anak kita, karena kita menghukumi mereka berdasarkan kemampuan dan kecerdasan mereka dari rangking sekolah. Kita sebagai ayah menghukumi anak-anak kita
dengan label ceroboh, malas, bahkan bodoh hanya karena nilai mereka dalam beberapa mata pelajaran rendah.
Kajian tentang kecerdasan modern menetapkan bahwa ada tujuh atau sembilan kecerdasan yang berbeda-beda. Setiap kita, subhanallah, adalah pribadi jenius dalam satu atau dua kecerdasan dari beberapa kecerdasan tersebut. Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At-Tin: 4).
Kecerdasan ada banyak macamnya: kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal (suara), kecerdasan interpersonal (memahami lingkungan sekitar), kecerdasan visual, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan verbal-linguistik, kecerdasan intuitif-spiritual, dan kecerdasan intrapersonal (mengenali diri sendiri).
Ironisnya, sekolah hanya memusatkan pada dua jenis kecerdasan saja, yaitu kecerdasan linguistik dan kecerdasan logika-matematika.
Jika kita menghadapi beberapa rintangan pada kecerdasan tersebut, kita dihukumi oleh para guru, orang tua, dan masyarakat sebagai pribadi-pribadi yang gagal, tidak memiliki masa depan yang cerah.
Kajian terkini menegaskan bahwa tidak ada hubungan langsung antara kecerdasan secara akademik dan kesuksesan di sekolah dengan keberhasilan dalam kehidupan nyata. Ini adalah perkara yang bisa disaksikan oleh kasat mata. Sering kita jumpai seorang teman yang jenius di sekolah, tetapi mereka banyak mendapati kendala yang sulit dalam kehidupan yang sesungguhnya. Sebaliknya, sebagian besar dari kita juga tidak menorehkan kesuksesan yang gemilang di sekolah, tetapi ia mampu merealisasikan kesuksesan yang menakjubkan dalam kehidupan nyata.
Kita semua pasti tahu hambatan yang dihadapi oleh Thomas Alva Edison di sekolah, sampai-sampai ibunya mengeluarkan Thomas dari sekolah. Thomas kecil akhirnya menyelesaikan belajarnya di rumah. Kita juga tahu bahwa Bill Gates tidak menyelesaikan kuliah akademik. Steve Jobs, ketua dan mantan CEO Apple Inc, juga tidak menyelesaikan kuliah akademik.
Perkataan saya ini jangan disalahpahami dengan meremehkan peran sekolah dan belajar di dalamnya. Tidak, ini hanya ajakan saja.
Ajakan untuk mengembangkan metode belajar dan meningkatkan cara mengajar, serta berinteraksi dengan anak-anak kita dengan lebih humanis (memperhatikan nilai kemanusiaan).
■ Kata-Kata Negatif
Ironis. Hidup kita banyak diisi oleh kata-kata negatif dan didominasi oleh perasaan sial. Sekitar 90% dari apa yang kita lihat dan kita dengar dari berbagai media adalah negatif. Media-media hari ini seringkali memuat berita musibah dan bencana di berbagai belahan dunia. Dan di sisi yang lain, dalam sehari kita memikirkan lebih dari 60.000 pikiran, 80 %-nya adalah pikiran-pikiran negatif. Misalnya, pikiran-pikiran negatif tentang gaji, keluarga, penyesalan terhadap masa lalu, depresi dengan masa depan, serta berpikir tentang pekerjaan dan tentang pimpinan kita dalam bekerja.
Pikiran-pikiran semacam ini menciptakan perasaan negatif terhadap diri sendiri, sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Shalih Ar-Rasyid, bahwa rata-rata dalam sehari manusia berbicara dengan dirinya sendiri lebih dari 5.000 kata. Riset menunjukkan bahwa lebih dari 77% bisikan kepada diri sendiri adalah negatif.
77% bisikan kepada diri sendiri adalah negatif
Kita seringkali mengatakan:
Daya ingatku lemah.
Konsentrasiku tidak kuat.
Aku mudah lupa.
Mustahil aku bisa menghafal Al-Qur’an.
Mustahil aku menghafal satu halaman mushaf dalam waktu
7 menit atau kurang dari itu.
Aku sudah tua.
Aku tidak akan bisa.
Aku tidak akan mampu.
Menghafal itu membosankan dan sulit.
Aku tidak punya waktu, dan kesibukan duniaku banyak sekali.
Jika toh aku menghafal, aku pasti lupa, apa gunanya aku menghafal.
Aku sering melakukan dosa. Jika aku menghafal Al-Qur’an, aku akan menjadi orang munafik, maka aku tidak perlu menghafal. Setiap kali manusia mengulang-ulang kalimat-kalimat di atas dengan sepenuh rasa puas diri yang disertai dengan segenap perasaan, maka ia akan berubah menjadi keyakinan.
Pikiran-pikiran semacam ini akan direkam oleh otak bawah sadar. Selanjutnya, ia menjadi bagian dari kepribadian seseorang, serta berpengaruh besar terhadap kekuatan otak dan kemampuan dirinya dalam menghafal dan belajar cepat.
Jadi, belajarlah bahasa yang positif
Ucapkanlah secara berulang-ulang kata-kata ini kepada diri Anda
Konsentrasiku kuat.
Daya ingatanku tajam.
Nikmat-nikmat Allah kepada diriku begitu berlimpah.
Aku adalah penghafal yang istimewa.
Aku pasti bisa.
Aku yakin mampu.
Aku adalah pribadi yang positif.
Aku optimis sekali.
Aku berbaik sangka kepada Rabb semesta alam.
Semuanya mungkin dilakukan.
Setiap hari aku lebih baik dari hari sebelumnya.
Bahasa-bahasa positif di atas memiliki pengaruh yang besar dalam merubah perasaan pesimis hingga berubah menjadi perasaan optimis. Maka, kalimat-kalimat di atas harus diulang-ulang dengan keyakinan yang mantap tentang kekuatan otaknya dalam Menghafal Al-Qur’an dan perasaan positif yang menggelora. Ia juga harus berkeyakinan kokoh sebagaimana kokohnya pegunungan dan berbaik sangka kepada Rabb semesta alam.

Bersamaan dengan berjalannya waktu, setiap kalimat yang Anda ulang dan Anda yakini akan merubah perasaan dan keyakinan yang negatif dengan perasaan dan keyakinan yang positif, insya Allah.
Dalam salah satu seminar, pernah ada ibu-ibu yang bertanya kepada kami tentang putrinya yang memiliki nilai bagus dalam semua mata pelajaran di sekolah, tapi ia lemah sekali dalam pelajaran matematika. Sementara ujian akan berlangsung sebentar lagi. Maka kami menyarankan agar ibu tadi duduk bersama putrinya, sementara anak tersebut menuliskan di papan tulis yang besar, “Aku suka matematika.” Selanjutnya, papan itu diletakkan di dinding rumah dan pintu kamar.
Kami juga menasehati si ibu untuk mengatakan kepada putrinya secara terus-menerus dan berkesinambungan, “Kamu memiliki nilai yang istimewa dalam pelajaran matematika. Kamu begitu mengagumkan dalam semua pelajaran, termasuk matematika.” Juga untuk mengatakan kepada putrinya bahwa matematika adalah pelajaran yang mudah.
Kami juga berkata kepada si ibu untuk mengabarkan kepada putrinya agar ketika mulai belajar pelajaran matematika hendaknya si anak memikirkan pelajaran yang paling dia sukai, dan menghadirkan perasaan suka tersebut terhadap pelajaran matematika ini bahwa ia adalah pelajaran yang mudah. Setelah itu baru dia mengulang-ulang pelajaran matematika. Setelah berlalu beberapa hari, si ibu memberikan kabar gembira kepada kami bahwa untuk pertama kalinya putrinya bisa menguasai 95% dalam pelajaran matematika.
Kisah ini hanyalah satu kisah dari sekian banyak kisah yang sudah banyak diketahui, dan sudah kami buktikan berulang kali Baik untuk anak kecil maupun orang dewasa. Kami menyarankan mereka untuk segera mengubah kata-kata negatif tentang apa pun itu, dan menggantinya dengan kata-kata positif. Hasilnya, metode ini berhasil mengubah kepuasaan dan keyakinan.
■ Keyakinan yang Salah Tentang Daya Ingat
“Jika kita sudah tua, daya ingat kita melemah.”
Ini adalah keyakinan yang salah. Buktinya adalah realitas nyata bahwa para syaikh dan ulama kita sebagian mereka menginjak usia 80 dan 90-an-memiliki daya ingat yang kuat. Masya Allah.
Mereka mendiktekan kitab-kitab hadits shahih dan kitab-kitab induk dari hafalan mereka, tanpa merujuk ke salah satu kitab pun.
Ironis. Ketika kita sudah berusia senja, kekhawatiran dan kegundahan kita semakin bertambah, dan kita sering berpikir tentang sesuap makanan, masa depan anak-anak, lahan sawah, pinjaman, dan rumah. Inilah sebab yang sebenarnya di balik perkataan, “Jika manusia sudah tua, daya ingatnya lemah.”
Dari sela-sela pengamatan saya dalam seminar menghafal Al-Qur’an, saya hampir yakin bahwa orang dewasa yang sudah tua bisa mengalahkan anak-anak dalam hal kecepatan menghafal, dan memang benar demikian. Ini dikarenakan kecintaan yang membuncah untuk menghafal Kitabullah, sesuatu yang mungkin tidak ada pada anak-anak kecil.
“Aku tidak perlu memperkuat daya ingatku.”
Ini adalah anggapan yang keliru. Bagaimanapun, otak membutuhkan latihan yang berkesinambungan sehingga kita bisa mengeluarkan kekuatan terpendam kita, yaitu otak atau yang lebih penting lagi adalah sel-sel otak kita. Sel-sel otak ini akan berkembang dengan ilmu, belajar, membaca, dan melakukan perubahan.
Sel-sel dan kemampuan otak akan mati dengan rutinitas yang mematikan. Maka, saya mengajak semuanya agar mereka menjaga otak mereka untuk memperbanyak menghafal Al-Qur’an Al-Karim, di samping juga membaca dan mengkaji buku-buku, menyelesaikan teka-teki soal matematika, belajar bahasa baru,belajar keterampilan baru, dan mengubah rutinitas secara terus-menerus.
“Daya ingat anak kecil masih kuat, sedangkan aku sudah lemah.”
Sesungguhnya, daya ingat anak kecil bisa kuat karena dua sebab utama:
Pertama: Anak-anak menerima berbagai pengetahuan tanpa memberikan solusi atau menyaring pengetahuan tersebut. Ia tidak melakukan apa yang dinamakan dengan “Filtrasi”, yaitu metode pemecahan masalah yang secara bertahap akan dilalui oleh manusia sesuai dengan tahapan umurnya. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang dilakukan, seseorang akan bisa membedakan antara yang sehat dan yang sakit. Sesungguhnya, ketika sudah beranjak dewasa, kita mulai meragukan setiap pengetahuan yang kita terima, dan memenuhinya dengan pencarian solusi. Dalam beberapa kesempatan, ia terkadang menolaknya secara total.
Kedua: anak-anak tidak memiliki kegelisahan, kekhawatiran, dan kegalauan sebagaimana yang dirasakan oleh orang dewasa. Oleh karenanya, riset menunjukkan bahwa anak-anak bisa tertawa kira-kira 400 kali dalam sehari sedangkan orang dewasa ia hanya tersenyum 14 kali dalam sehari.
Peserta yang mampu menghafal Al-Quran 30 Juz pada program Hafal Quran Sebulan biasanya memiliki pola psikologis yang sama. Saat kesulitan menghafal Al-Quran terasa bahagia, semangat dan senang hati. Begitu pula pada saat banyak ayat mirip atau sama tetap merasakan bahagia, semangat dan senang hati dan pada saat mudah hafal Al-Quran pun merasakan kondisi psikologis yang sama.
Kondisi psikologis ini dipengaruhi oleh kata-kata yang diucapkan di lisan, pikiran selalu menganggapnya sebagai suatu kebenaran, dan tertanam dalam keyakinan. Bahasa pemrograman pikiran tersebut dapat dideteksi dari kata-kata yang ia keluhkan atau kata-kata tanda rasa kesyukuran. Bahasa pemrograman pikiran bagi para penghafal Al-Quran sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas semangat menghafal Al-Quran.
Begitu besar pengaruh kata-kata terhadap perilaku manusia maka hal ini bisa menjadi ancaman sekaligus peluang bagaimana menggunakannya sebagai bahasa pemrograman pikiran bagi para penghafal Al-Quran. Pantas apabila Rasulullah mengatakan, hendaknya kita berkata benar atau diam.
Yadi Iryadi, S.Pd.
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an
Informasi dan pendaftaran
www.hafalquransebulan.com
WA +6281312700100