Hafalan Al-Quran Membuat Gelisah atau Obat Gelisah? Sebuah Perspektif yang Mendalam
Al-Quran, kitab suci umat Islam, diimani sebagai sumber kebenaran dan pedoman bagi umat manusia. Menghafal Al-Quran memiliki nilai yang tinggi dalam tradisi keagamaan dan budaya Islam, menjadikannya sebagai salah satu bentuk ibadah yang dimuliakan karena kemuliaan Kalamullah. Dalam konteks ini, artikel ini akan membahas apakah hafalan Al-Quran membuat gelisah atau sebaliknya, menjadi obat bagi gelisah dalam kehidupan seorang Muslim.
Bagi sebagian orang, hafalan Al-Quran bisa menciptakan gelisah. Menghafal Al-Quran memerlukan waktu, ketekunan, dan konsistensi, yang bisa menimbulkan tekanan bagi individu yang memiliki kesibukan atau tanggung jawab lain dalam kehidupan mereka. Faktor gelisah ini mungkin diperparah oleh adanya tekanan dari keluarga, teman, atau masyarakat yang mengharapkan pencapaian hafalan yang baik. Selain itu, ketakutan akan kegagalan dan rasa frustrasi ketika menghadapi kesulitan dalam menghafal juga dapat meningkatkan gelisah.
Namun, di sisi lain, menghafal Al-Quran juga memiliki potensi untuk menjadi obat gelisah bagi individu yang melakukannya. Al-Quran merupakan sumber perenungan spiritual dan ketenangan bagi jiwa yang resah. Terdapat banyak ayat dalam Al-Quran yang mengajak umatnya untuk merenungi ciptaan Allah SWT, kebesaran-Nya, dan janji-Nya terhadap orang-orang yang beriman. Melalui proses hafalan dan meresapi makna setiap ayat, seorang Muslim bisa merasakan kedekatan dengan Allah SWT, yang pada akhirnya dapat mengurangi gelisah dalam hidup mereka.
Menghafal Al-Quran bersama dengan memahami makna dan penjelasan di balik ayat yang dihafal dapat mengajarkan kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan, yang merupakan kualitas penting untuk mengatasi gelisah. Dalam menghadapi berbagai rintangan dalam kehidupan, kebersihan niat dan tujuan spiritual dalam menghafal Al-Quran bisa menjadi sumber kekuatan dan dukungan bagi individu yang melakukannya.
Adapun manfaat hafalan Al-Quran dalam mengatasi gelisah adalah menciptakan rutinitas belajar yang terstruktur dan berfokus. Kegiatan ini bisa membantu individu untuk mengalihkan perhatian mereka dari kekhawatiran sehari-hari dan menciptakan keseimbangan dalam kehidupan mereka. Konsistensi dan kebiasaan dalam menghafal Al-Quran juga dapat meningkatkan disiplin diri dan kemampuan mengelola waktu, yang pada akhirnya membantu mengurangi gelisah. Tak hanya itu, mengevaluasi dan merefleksikan perkembangan hafalan secara berkala dapat memberi rasa pencapaian dan kepuasan, yang juga berperan dalam meredakan gelisah.
Salah satu cara menggunakan hafalan Al-Quran untuk mengobati gelisah adalah melalui bimbingan dan dukungan dari komunitas yang memiliki tujuan dan minat yang sama. Berbagi pengalaman dan membina hubungan dengan orang lain yang juga sedang menjalani proses menghafal Al-Quran dapat mendorong rasa empati dan pengertian, serta memberikan motivasi dan inspirasi bagi individu yang terlibat. Selama proses belajar di Pondok Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional, seluruh santri akan dimotivasi untuk menemukan kesadaran bahwa menghafal Al-Quran merupakan kenikmatan, dan Al-Quran adalah penyembuh.
Al-Qur’an memiliki banyak sekali ayat yang menunjukkan bahwa ia adalah sumber penyembuh dan rahmat bagi umat manusia. Salah satu dalil yang jelas dari Al-Qur’an tentang hal ini terdapat pada Surah Al-Isra (Surah 17), ayat 82:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”
Dalam ayat ini, Allah SWT menyatakan bahwa Al-Qur’an memiliki sifat penyembuhan (penawar) dan juga merupakan sumber rahmat, khususnya bagi orang-orang yang beriman. Kata “penawar” di sini menunjukkan bahwa Al-Qur’an dapat menjadi obat bagi berbagai penyakit, baik itu penyakit fisik maupun penyakit hati dan jiwa.
Selain itu, dalam Surah Al-Fussilat (Surah 41), ayat 44, Allah SWT berfirman:
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۚ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى ۚ أُولَٰئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ
“Dan seandainya Kami jadikan Al-Qur’an itu dalam bahasa asing, tentu mereka akan berkata: “Mengapa ayat-ayatnya tidak dijelaskan? Bahasa asing, sedang (Nabi Muhammad) orang Arab”. Katakanlah: “Ia adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang tidak beriman, pada telinga mereka ada sumbatan, dan Al-Qur’an itu adalah kebutaan bagi mereka. Mereka itu dipanggil dari tempat yang jauh.”
Dalam ayat ini, Allah SWT kembali menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah sumber petunjuk dan penyembuhan bagi orang-orang yang beriman.
Dalam bukunya Zad al-Ma’ad, Ibnul Qayyim memaparkan bahwa Al-Qur’an merupakan obat yang komprehensif, Al-Qur’an obat untuk penyakit dunia dan akhirat. Bahkan untuk segala macam penyakit, baik itu yang berkaitan dengan jiwa maupun fisik, serta penyakit yang ada di dunia dan di akhirat.
Namun, tidak semua orang memiliki kemampuan dan keberuntungan untuk bisa memanfaatkannya sebagai sarana penyembuhan. Orang yang sakit akan mampu melawan segala jenis penyakit jika ia dengan konsisten mengobati dirinya dengan Al-Qur’an, dengan memenuhi semua syaratnya, yaitu dengan ketulusan, kepercayaan penuh, serta keyakinan yang teguh.
Kendati demikian, penting untuk menyadari bahwa efek hafalan Al-Quran terhadap gelisah sangat bervariasi bagi setiap individu. Beberapa orang mungkin merasa gelisah semakin berkurang ketika mereka menghafal Al-Quran, sementara yang lain mungkin merasa tertekan oleh tantangan dan ekspektasi yang muncul dari proses ini. Faktor-faktor seperti latar belakang, keadaan mental, dan dukungan sosial berperan dalam menentukan bagaimana seseorang menghadapi gelisah dalam menghafal Al-Quran.
Dalam pandangan ini, penting bagi individu yang menghafal Al-Quran untuk menemukan pendekatan dan strategi yang paling sesuai bagi mereka dalam menghadapi gelisah. Beberapa individu mungkin memerlukan dukungan luar, seperti keluarga, teman, atau mentor, untuk mendorong dan membimbing mereka dalam perjalanan menghafal Al-Quran. Sementara itu, yang lain mungkin memerlukan pendekatan introspektif, merenungkan niat dan tujuan mereka dalam menghafal Al-Quran serta memahami bagaimana menghadapi gelisah dan tantangan dalam proses ini.
Sebagai penutup, hafalan Al-Quran baik dapat menjadi sumber gelisah maupun obat gelisah, tergantung pada konteks dan perspektif individu itu sendiri. Mengatasi gelisah yang mungkin timbul dari proses menghafal Al-Quran mengharuskan kita memahami kebutuhan, motivasi, serta faktor eksternal dan internal yang memengaruhi pengalaman kita. Dalam mengambil pendekatan yang holistik dan terpersonalisasi, kita dapat memanfaatkan proses menghafal Al-Quran sebagai peluang untuk tumbuh secara spiritual, membangun ketahanan mental, dan meraih ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup kita.
Pondok Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional merupakan salah satu lembaga tahfizh Al-Quran yang memfasilitasi program akselerasi menghafal Al-Quran sebulan dengan target 30 juz serta target mutqin 3 bulan. Oleh karena itu, bagi sebagian peserta yang terbebani dengan target maka akan merasakan tekanan batin, kegelisahan atau kecemasan. Adapun bagi peserta yang ikhlas meniatkannya karena berharap Ridha Allah maka akan menjadi obat penyembuh. Wallahu a’lam.
Yadi Iryadi, S.Pd.
Founder Metode Yadain Litahfizhil Quran
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional
Informasi dan Pendaftaran