Mempermudah Hafalan Al-Quran dengan Pendekatan Pragmatis ala NLP

Dalam dunia modern yang serba cepat, kemampuan untuk menghafal Al-Quran secara efektif menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang sudah lanjut usia atau memiliki kesibukan lain. Salah satu pendekatan yang dapat diadaptasi dalam proses ini adalah komunikasi efektif dengan Neuro Linguistic Programming (NLP). Meskipun NLP secara tradisional dikembangkan bukan dari metode ilmiah konvensional, ia memberikan prinsip pragmatis yang relevan: jika sesuatu berguna, maka itu ilmiah. Hal ini sangat cocok diterapkan dalam konteks pembelajaran hafalan Al-Quran di Pondok Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional Kuningan Jawa Barat, khususnya dalam program Karantina Hafal Quran Sebulan.

NLP dan Filsafat Pragmatis dalam Pembelajaran Al-Quran

Filsafat pragmatis yang mendasari NLP mengajarkan bahwa kebenaran ditentukan dari kegunaan suatu metode. Jika seseorang merasa lebih mudah dan efektif dalam menghafal Al-Quran dengan pendekatan tertentu, maka pendekatan itu dianggap valid, meskipun tidak memiliki dasar ilmiah yang ketat. Hal ini sangat relevan dalam konteks program hafalan Al-Quran, di mana tiap individu memiliki tantangan yang berbeda-beda.

Cerita seorang pensiunan pegawai BUMN yang merasa sulit menghafal Al-Quran setelah pensiun adalah contoh nyata dari bagaimana tantangan tersebut bisa diatasi dengan pendekatan pragmatis. Ia mengeluhkan kesulitannya dalam berbagai aspek—dari mengatur waktu hingga berkomitmen. Namun, seorang muhaffizh yang bijak menanyakan langkah-langkah kecil apa yang dapat dilakukan untuk mempermudah proses ini.

Dengan sabar, muhaffizh mengajukan pertanyaan sederhana, “Langkah kecil apa yang mulai saat ini akan dilakukan?” Pertanyaan ini tidak hanya membuka jalan untuk menyederhanakan proses, tetapi juga mengajak individu untuk mengambil tindakan. Tindakan kecil, seperti membaca 5 ayat di depan ustadz, mengulang, dan memahami terjemahannya, menjadi solusi praktis yang dapat dilakukan segera.

Berikut adalah percakapan yang menarik antara Bapak pensiunan BUMN dan Muhaffizh yang bijak:


Bapak:
“Ustadz, saya sudah tua. Saya merasa sulit sekali menghafal Al-Quran. Waktu saya terbatas, pikiran saya selalu terpecah, dan rasanya sulit fokus.”

Muhaffizh:
“Apakah kesulitannya lebih pada waktu, atau mungkin metode yang kurang tepat?”

Bapak:
“Sulit semuanya, Ustadz. Mengatur waktu, belajar membaca dengan benar, berkomitmen, semuanya terasa berat.”

Muhaffizh (tersenyum):
“Jadi menurut Bapak, apa yang bisa dilakukan agar itu menjadi lebih mudah?”

Bapak (menghela napas):
“Mungkin saya butuh lebih banyak waktu khusus, belajar lebih rajin, dan tentu bimbingan dari guru seperti Ustadz.”

Muhaffizh:
“Itu langkah awal yang bagus. Bagaimana kalau kita buat lebih sederhana? Mulailah dengan sesuatu yang kecil, seperti membaca 5 ayat pada Juz ‘Amma di depan saya dan mengulangnya hingga paham dan hafal dengan lancar.”

Bapak (terlihat berpikir):
“5 ayat ya, Ustadz? Itu mungkin bisa saya lakukan. Tapi tetap saja rasanya sulit.”

Muhaffizh:
“Bagaimana jika mulai sekarang kita fokus pada apa yang bisa Bapak lakukan, bukan pada kesulitan? Langkah kecil ini adalah awal yang baik. Seiring waktu, akan terasa lebih mudah.”

Bapak (tersenyum kecil):
“Baiklah, saya akan mencoba. Mulai dari 5 ayat surah An-Naba’, dan saya akan mengulangnya dengan terjemahannya agar lebih paham sehingga hafalan sesuai metode standarnya.”

Muhaffizh (dengan lembut):
“Langkah kecil ini, jika dilakukan dengan konsisten, akan membawa Bapak ke hafalan yang lebih besar. InsyaAllah, dengan niat yang kuat dan usaha, Bapak akan bisa.”


Percakapan di atas menggambarkan pendekatan yang bijak dan penuh kesabaran, di mana tantangan besar disederhanakan menjadi langkah-langkah kecil yang dapat dilakukan dengan mudah dan bertahap. Walaupun pada akhirnya sang Bapak tersebut hanya mampu menyelesaikan hafalan 5 juz dalam waktu sebulan tetapi baginya adalah keberhasilan yang luar biasa sebab diawali dari kemampuan bacaan yang belum memenuhi standar kemudian berkembang menjadi lancar baca dan bonus hafalan Al-Quran dalam waktu sebulan.

Langkah Kecil, Dampak Besar: Kunci Keberhasilan Hafalan

Pendekatan pragmatis ini mencerminkan inti dari NLP: pecah proses menjadi langkah-langkah kecil yang dapat dikelola. Dalam hal ini, memecah tantangan besar menjadi bagian-bagian yang lebih mudah diatasi membuat tugas yang tampaknya berat menjadi lebih ringan. Contohnya, dalam program Karantina Hafal Quran Sebulan, metode penghafalan yang sistematis, seperti membaca dengan tempo tertentu, mengulang hafalan dalam jumlah kecil, serta memanfaatkan waktu secara disiplin, merupakan implementasi dari pendekatan ini.

Pendekatan langkah kecil ini juga mengajarkan santri bahwa menghafal Al-Quran bukanlah proses yang harus dilakukan sekaligus. Sebaliknya, dengan memulai dari sedikit demi sedikit—seperti 5 ayat yang dihafal dalam satu waktu—mereka mampu membangun momentum dan rasa percaya diri dalam menghafal.

Komitmen dan Bimbingan: Kunci Sukses dalam Program Karantina

NLP juga menekankan pentingnya komitmen dan bimbingan dalam mencapai tujuan. Bapak pensiunan tersebut menyadari bahwa tanpa waktu khusus, tanpa komitmen pada diri sendiri, dan tanpa guru yang membimbing, menghafal Al-Quran akan terasa sulit. Program Karantina Hafal Quran Sebulan dirancang dengan menyertakan elemen-elemen penting ini. Para santri diajak untuk berkomitmen pada proses belajar yang ketat, didukung oleh muhaffizh berpengalaman yang memberikan bimbingan dan dorongan.

Komitmen yang dibangun dalam program karantina ini didukung oleh rutinitas harian yang terstruktur, di mana setiap santri memiliki waktu khusus untuk belajar, menghafal, dan mengulang. Ini juga sesuai dengan prinsip NLP yang menekankan pentingnya rutinitas dan struktur dalam pembelajaran yang efektif.

NLP dan Hafalan Al-Quran: Pengalaman yang Dapat Dipersonalisasi

Setiap santri di Pondok Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional memiliki gaya belajar dan tantangan masing-masing. Oleh karena itu, pendekatan NLP yang fleksibel dan individualistis sangat relevan. Muhaffizh dalam cerita di atas menunjukkan bagaimana metode pengajaran yang responsif dapat membantu seorang santri mengatasi hambatannya dengan cara yang sesuai dengan kemampuannya.

Dalam pembelajaran NLP, tidak ada satu metode yang cocok untuk semua orang. Setiap santri didorong untuk menemukan cara yang paling efektif bagi dirinya, seperti menghafal sedikit demi sedikit, memahami terjemahan, atau fokus pada bagian tertentu dari hafalan. Metode Yadain Litahfizhil Quran, yang dirancang dengan prinsip-prinsip NLP, bisa menyesuaikan dengan berbagai gaya belajar. Dengan metode ini, setiap santri bisa meningkatkan kemampuannya secara bertahap, sesuai dengan potensi yang telah Allah SWT berikan kepadanya.

Penutup

Dalam program Karantina Hafal Quran Sebulan, pendekatan pragmatis yang didukung oleh NLP dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat. Dengan fokus pada langkah-langkah kecil yang praktis, komitmen, bimbingan, dan fleksibilitas metode, tantangan menghafal Al-Quran yang tampak besar bisa disederhanakan dan dicapai dengan lebih mudah. Prinsip “Jika berguna maka itu ilmiah” menjadi pegangan yang relevan dalam perjalanan santri menuju hafalan 30 juz dalam waktu sebulan. Di sini , keilmiahan tidak hanya diukur oleh metode akademis, tetapi oleh hasil nyata yang dialami oleh para santri dalam proses mereka menghafal Al-Quran.

Dengan demikian, melalui bimbingan dan struktur yang terencana, tantangan seberat apapun bisa diatasi, bahkan bagi mereka yang memulai dari nol. Segala bentuk metodologi merupakan ikhtiar manusia, adapun segala ketentuan takdir merupakan kehendak Allah Subhanahu Wata’ala. Semoga Allah SWT memberkahi kita semua dengan Al-Quran, aamiin.

Yadi Iryadi, S.Pd.
Founder Metode Yadain Litahfizhil Quran
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional

Informasi dan pendaftaran santri baru semua usia silakan klik www.hafalquransebulan.com

WhatsApp Admin +6281312700100

author avatar
Yadi Iryadi, S.Pd.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *