Para pencari ilmu dan pecinta Al-Qur’an, mari kita selami bersama salah satu hadits Rasulullah SAW yang penuh makna dan hikmah. Hadits ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga keikhlasan iman dan menjauhkan diri dari segala bentuk syirik, yang dikategorikan sebagai bentuk kezaliman terbesar.
Hadits dan Maknanya
حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ح قَالَ و حَدَّثَنِي بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَبُو مُحَمَّدٍ الْعَسْكَرِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ { الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ } قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ }
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abu al-Walid, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu’bah. (Dari jalur lain) telah menceritakan kepadaku Bisyr bin Khalid Abu Muhammad al-‘Askari, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, dari Syu’bah, dari Sulaiman, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, ia berkata: Ketika turun ayat, “Orang-orang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” para sahabat Rasulullah ﷺ bertanya, “Siapakah di antara kami yang tidak berbuat zalim? Maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan (firman-Nya): “Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13) (HR. Bukhari).
Hadits ini menceritakan momen ketika para sahabat merasa tersentak dengan turunnya ayat Al-Qur’an yang menyatakan, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanan mereka dengan kezaliman.” (QS. Al-An’am: 82). Merasa khawatir, para sahabat bertanya-tanya, “Siapakah di antara kami yang tidak pernah berbuat zalim?”
Memahami kebingungan para sahabat, Allah SWT kemudian menurunkan ayat berikutnya, “Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13).
Ayat ini menjelaskan bahwa syirik, perbuatan menyekutukan Allah dengan makhluk lain, merupakan bentuk kezaliman terbesar terhadap diri sendiri dan terhadap Allah SWT.
Meneladani Keikhlasan Iman
Hadits ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga keikhlasan iman. Iman yang ikhlas berarti mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, tanpa mencampurkannya dengan motif atau tujuan lain. Syirik, di sisi lain, merupakan bentuk penodaan terhadap keesaan Allah SWT dan menandakan ketidaksempurnaan iman.
Terlebih bagi kita santri Pondok Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional, tentu menghafalkan Al-Quran dan mengajarkan Al-Quran harus dilandasi dengan keimanan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Tidak ada pahala bagi orang yang berbuat syirik, tidak ada penolong di akhirat bagi orang-orang yang zalim atas syirik akbar, dan kita juga harus waspada dari syirik kecil.
Menjauhi Syirik, Menjaga Keikhlasan
Sebagai umat Islam, kita diwajibkan untuk menjauhi segala bentuk syirik, baik syirik besar maupun syirik kecil. Syirik besar adalah menyekutukan Allah dengan makhluk lain dalam hal ibadah, sedangkan syirik kecil adalah perbuatan yang menunjukkan kecenderungan untuk menyekutukan Allah, seperti riya’, sumpah dengan nama selain Allah, dan lain sebagainya.
Menjaga keikhlasan iman bukan berarti kita terhindar dari kesalahan dan dosa. Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa. Namun, seorang mukmin sejati akan selalu berusaha untuk bertaubat kepada Allah SWT, memohon ampunan, dan memperbaiki diri.
Hadits ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk selalu menjaga keikhlasan iman dan menjauhi segala bentuk syirik. Dengan iman yang ikhlas dan terhindar dari syirik, kita dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Pesan untuk Diri Penulis dan Pembaca
Bagi kita, hadits ini menjadi pengingat penting untuk terus memperdalam ilmu agama, mengamalkan ajaran Islam dengan penuh keikhlasan, dan menjauhkan diri dari segala bentuk syirik.
Dengan demikian, kita dapat menjadi teladan bagi masyarakat dan berkontribusi dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Aamiin.
Yadi Iryadi, S.Pd.
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an
