Sejarah Penyusunan Al-Qur’an: Dari Masa Nabi hingga Kodifikasi

Pendahuluan

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang menjadi pedoman hidup. Penyusunannya melalui proses panjang dan teliti, mulai dari masa Nabi Muhammad SAW hingga kodifikasi oleh para khalifah. Imam Suyuthi, seorang ulama besar dalam ilmu tafsir, memberikan penjelasan mendalam mengenai sejarah penyusunan Al-Qur’an dalam karyanya “Al-Itqan fi Ulumil Qur’an”.

Artikel ini akan mengulas sejarah penyusunan Al-Qur’an berdasarkan pengetahuan Imam Suyuthi dan berbagai sumber lainnya.

Penyusunan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW

Pada masa Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun melalui malaikat Jibril. Setiap kali wahyu turun, Nabi Muhammad SAW segera menghafalkannya dan menyuruh para sahabat untuk menulisnya. Al-Qur’an ditulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang unta, dan kulit hewan.

Para sahabat yang dikenal sebagai penulis wahyu, seperti Zaid bin Tsabit, menulis wahyu sesuai arahan Nabi. Beliau juga menuntun mereka mengenai urutan ayat dan surat sesuai dengan bimbingan Jibril. Proses ini memastikan bahwa Al-Qur’an tersusun dengan benar sesuai kehendak Allah SWT​​.

Penyusunan Al-Qur’an pada Masa Khulafaur Rasyidin

Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, terjadi pertempuran Yamamah di mana banyak penghafal Al-Qur’an gugur. Umar bin Khattab kemudian menyarankan kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Awalnya, Abu Bakar ragu karena Nabi tidak pernah melakukannya, namun akhirnya ia setuju setelah menyadari pentingnya hal ini untuk menjaga keutuhan Al-Qur’an.

Zaid bin Tsabit ditugaskan untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai tulisan dan hafalan para sahabat. Ia melakukan tugas ini dengan sangat hati-hati, hanya mencatat ayat-ayat yang disaksikan oleh dua saksi yang adil. Proses ini menghasilkan mushaf yang lengkap dan terorganisir​​.

Masa Utsman bin Affan

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, Islam telah menyebar luas ke berbagai wilayah dengan dialek yang berbeda-beda. Perbedaan ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perpecahan dalam membaca Al-Qur’an. Untuk mencegah hal ini, Utsman bin Affan memerintahkan penyalinan mushaf Abu Bakar menjadi beberapa mushaf standar dan mengirimkannya ke berbagai wilayah Islam.

Utsman juga memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf lain yang berbeda dengan mushaf standar ini untuk menjaga keseragaman bacaan Al-Qur’an. Tindakan ini dikenal sebagai kodifikasi Utsmani dan memastikan bahwa Al-Qur’an dibaca dengan cara yang sama di seluruh dunia Islam​​.

Hikmah di Balik Kodifikasi Al-Qur’an

Proses kodifikasi Al-Qur’an memiliki beberapa hikmah penting, antara lain:

  1. Menjaga Keaslian Al-Qur’an: Kodifikasi memastikan bahwa Al-Qur’an yang kita baca hari ini adalah sama dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
  2. Menghindari Perpecahan: Dengan adanya mushaf standar, umat Islam terhindar dari perbedaan bacaan yang dapat menimbulkan perpecahan.
  3. Memudahkan Pembelajaran: Mushaf standar memudahkan umat Islam di berbagai belahan dunia untuk mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dengan cara yang sama​​.

Penutup

Sejarah penyusunan Al-Qur’an dari masa Nabi Muhammad SAW hingga kodifikasi oleh para khalifah menunjukkan betapa pentingnya menjaga keutuhan dan keaslian kitab suci ini. Dengan memahami proses kodifikasi, kita dapat lebih menghargai usaha para sahabat dan ulama dalam menjaga Al-Qur’an dan menghindari perpecahan di antara umat Islam. Kodifikasi Al-Qur’an tidak hanya menjaga teks, tetapi juga memastikan bahwa pesan ilahi ini terus terjaga hingga akhir zaman.


Penulis Artikel:
Yadi Iryadi, S.Pd.
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional

Informasi & Pendaftaran Karantina Tahfizh Al-Quran:
www.hafalquransebulan.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *